Sabtu, 27 September 2014

Bisik-MU

Ketika Engkau berbisik lembut kepadaku
àMøs)ø9r&ur y7øn=tã Zp¬6ptxC ÓÍh_ÏiB yìoYóÁçGÏ9ur 4n?tã ûÓÍ_øtã ÇÌÒÈ
dan aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku,
Demikian firman-Mu berulang kali Engkau sampaikan
Seolah-olah Engkau ingin meyakinkanku
Aku yang bebal malah mendengus dan mengeluh
Bahkan tak segan memaki merutuki Pemberian-Mu
Padahal Engkau berkata meyakinkanku bukan hanya dengan kata-Mu
Engkau meyakikanku bahkan dengan sesuatu yang aku butuhkan bahkan yang tidak masuk ke dalam daftar panjang kebutuhanku
Bahkan Engkau memberikan lebih, teramat melimpah
Engkau berbisik mencoba mengingatkanku
bÎ)ur (#rãès? |MyJ÷èÏR «!$# Ÿw !$ydqÝÁøtéB 3
dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.
Ya…
Jika sedikit saja aku mau menanggalkan ego ku, niscaya aku tidak akan punya waktu barang sedikit untuk mendaftar pemberian-Mu
Tapi sekali lagi karena ego ku, betapa melimpahpun anugerah-Mu
Aku seolah buta tuli dengan segala, aku bebal dan serakah
Lupa diri dan tak tahu diri
Tapi, Engkau tetap lembut mengingatkanku
“Bukankah engkau bisa hidup hari ini karena-Ku”
Ädr'Î6sù ÏäIw#uä $yJä3În/u Èb$t/Éjs3è? ÇÐÐÈ
“lalu Nikmatku yang mana lagi yang kalian dustakan?”
Aku tergagap tak bisa menjawab…
Lalu Engkaupun sekali lagi berbisik kepadaku
ûÓÉëÅ_ö$# 4n<Î) Å7În/u ZpuŠÅÊ#u Zp¨ŠÅÊó£D ÇËÑÈ
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.
Ya Tuhanku…
Sungguh, ampunilah kebodohanku

firman, September 2014

SURAT PAHLAWAN DARI NEGERI AKHIRAT

Apa kabar Indonesia-ku? Bagaimana keadaanmu kini setelah enam puluh tiga tahun engkau merdeka? Bagai mana rakyatmu kini? Mungkin mereka sudah tidak susah lagi. Karena memang engkau telah bebas.
Aku yakin rakyat mu kini telah berbahagia, cukup sandang, cukup pangan dan cukup papan, karena kini engkau telah berdaulat. Tidak seperti zaman kami dulu. Betapa susahnya hidup kami. Kami hanya makan ketela pohon karena padi kami diangkut si penjajah serakah. Kami tidak bisa makan, meski kami tahu itu milik kami.
Pasti rakyatmu kini berpakaian rapi, karena engkau memang telah merdeka. Tidak seperti kami dulu. Betapa compang-camping nya kami. Kami hanya berpakaian seadanya, bahkan terkadang karung goni kami pakai sebagai baju, karena memang baju kami di ambil si penjajah serakah. Kami hanya telanjang tak berdaya.
Pasti rakyat mu kini telah nyaman bisa berlindung di dalam rumah yang hangat. Tidak seperti kami, yang tidur di bawah naungan langit, dibelai angin malam, diusap embun yang dingin. Karena rumah kami terkena bom si penjajah yang haus darah.
Setahuku, engaku punya keinginan besar, bahkan teramat besar. Apakah pemimpinmu masih setia dengan tujuan semula? Yang bercita-cita ingin rakyatmu sejahtera. Apakah pemimpinmu kini masih tetap bekerja keras? Meski dibayar dengan beras beberapa kilo saja. Negeriku.... dulu kita ingin agar negara lain kagum, hormat, dan bersahabat dengan kita, dulu kita ingin agar rakyatmu bisa dengan bangga menyebut akulah orang Indonesia yang terhormat itu.

Tapi meski tidak yakin, aku telah mendengar kabar yang amat memilukan tentang dirimu, aku mendengar kabar yang amat menyedihkan tentang rakyatmu, bahkan telah sampai kepadaku kabar tentang rakyatmu yang berkata “aku malu jadi orang Indonesia”. Sungguh aku tidak yakin itu, karena ku tahu betul siapa engkau.
Aku berharap ini kabar yang tidak benar...., aku mendengar rakyatmu dikejar-kejar bagai kelinci buruan di negeri tetangga. Aku dengar kaum wanitamu jadi pembantu di negara tandus, bahkan tidak hanya itu mereka juga dianiaya..., juga tidak dibayar..., juga diperkosa..., juga dihukum..., juga di..... bunuh!!!.
Ah... meski aku berharap ini tidak benar, jika kau lihat, aku tetap menangis... jangan-jangan ini benar terjadi pada rakyatmu.
Indonesiaku.... ada kabar angin yang sampai kepadaku, aku berharap ini kabar salah (karena memang Cuma kabar angin),
Banyak pemimpinmu yang jadi... (aku malu menyebutnya) tikus-tikus pemakan uang rakyat... KORUPTOR!!!, Ah... jika benar, mereka tidak beda dengan meneer yang serakah, penghisap darah bangsa kita, yang berperut buncit dari kurus kering nya tubuh kita...
Indonesiaku, aku tidak kenal makhluk yang bernama koruptor...
Tunjukkan padaku bagaimana rupa wajahnya? Bagaimana warna kulitnya? Apakah biru warna bola matanya?
Jika seperti itu aku yakin si penjajah telah kembali ke negeri kita,
Tunggu apa lagi... ayo angkat senjata mu, runcingkan bambu yang dulu pernah kita pakai untuk mengusir setan penjajah, setahuku mereka paling takut dengan bambu runcingku.


Tapi jika makhluk koruptor itu tidak seperti yang kusebut, jangan urungkan niatmu... tetap usir mereka meski wajahnya sama dengan wajah kita, tembak mereka meski warna kulitnya sama dengan kita, mereka bukanlah bangsa kita meski warna bola matanya sama dengan kita...
Tetapi aku tetap berharap kabar angin yang datang padaku, adalah kabar angin yang salah....
Indonesia ku... aku hampir lupa bertanya tentang calon pemimpin mu dimasa datang... para pelajar kita? Bagaimana keadaan mereka?
Pasti pelajar kita sekarang sudah pandai, terampil, cerdas, berbudi luhur, punya cita-cita tinggi dan tentu saja cinta tanah air...
  Engkau tahu... bagaimana kami belajar waktu dulu?
Kami belajar seadanya, kami tidak berseragam, kami tidak bersepatu, kami Cuma punya dua buku untuk semua pelajaran, engkau tahu... kami tetap bersemangat.
Engkau tahu kami pernah tidak sekolah sangat lama...? tapi bukan untuk bermain PS kawan !!! Atau nonton sinetron sobat !!! Bukan....
Kami tidak bersekolah karena tidak ada yang mengajar...
Ah... malas sekali guru itu !!!
TIDAK !!!  BUKAN !!! Beliau tidak mengajar karena ikut berperang.
Lalu kami pun ikut, kami tinggalkan bangku sekolah,
Kami mengganti pulpen dengan bambu runcing,
Ya...h !!! benar...!!! kami berjuang, kami ikut bertempur mengusir penjajah, berhari-hari bahkan berbulan dan bertahun...
Jika saja kami tak tertembus peluru di dada ini, tentu kami masih bisa menyaksikan kalian menyongsong masa depan penuh semangat.
Tapi tunggu !!! aku dengar, gurumu suka tidak mengajar, apakah penjajah datang lagi? Dan beliau berperang lagi?

Aku dengar engkau suka tidak sekolah, aku dengar juga engkau suka membawa senjata tajam, apakah penjajah datang lagi? Dan engkau ikut berperang juga...
Oh... tidak !!! semoga ini tidak benar....
Engkau tidak sekolah karena suka nongkrong...
Engkau tidak sekolah bukan tidak ada gurunya...
Engkau bawa senjata ternyata untuk tawuran....
Tuhan.... semoga ini tidak benar...
Indonesia ku... terlalu banyak kabar yang membuatku lelah, terlalu banyak kabar yang membuatku sedih dan kecewa...
Meski aku berharap semuanya tidak benar, aku tetap menangis....
Aku terlanjur sedih...
Bangsa ku... Indonesia ku... kirimi aku kabar yang bisa membuatku tenang beristirahat...
Aku tunggu khabarmu....


Agustus 2008

Firman’s

KEBURUKAN ZAMAN

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita petunjuk untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat
Shalawt beserta salam atas junjungan alam nabi Muhamad SAW, keluarganya, sahabatnya mudah-mudahan sampai kepada kita selaku pengikutnya, amain.
Hadirin …
Simaklah sabda rasulullah SAW yang terjemahannya sebagai berikut; " akan datang suatu zaman atas manusia. Perut-perut mereka menjadi tuhan mereka. Perempuan-perempuan mereka menjadi kiblat mereka. Dinar-dinar mereka menjadi agama mereka. Kehormatan mereka terletak pada kekayaan mereka".
Hadirin … Rasul menggambarkan dengan indah "mereka mepertuhankan perut atau shwat mereka". Kalau yang di sebut tuhan adalah sesuatu yang diikuti dan ditaati tanpa memikirkan alas an apapun. Berarti pada zaman yang dimaksud rasul, orang akan mentaati sahwat dan perut mereka dengan melakukan apa saja. Dulu pada zaman rasulullah, orang-orang yang taat beribadah kepada Allah menghabiskan malam unuk beribadah kepada-Nya. Kini, kebanyakan manusia melewati malam, begadang sepanjang malam hanya untuk sahwat semata. Nonton TV, main kartu, yang tiada bernilai ibadah.
Perempuan-perempuan mereka menjadi kiblat mereka, seks menjadi kejaran setiap manusia. Tiada lain yang difikirkan dan di bincangkan kecuali pemuasan nafsu.
Tumpukan uang menjadi agama mereka. Kemuliaan seseorang akan diukur berdasarkan kekayaannya, manusia memberikan penghormatan kepada orang yang memiliki banyak kekayaan, semakin kaya seseorang semakin mulialah dia ditengah-tengah masyarakat. Maka disaat seperti itu manusia berlomba-lomba menumpuk kekayan untuk menunjukan kemuliaan dan kehormatan mereka., tidak perduli kekayaan diperoleh dengan korupsi, menipu, riba bahkan menjual harga diri.
Hadirin,  apakah zaman yang dimaksud baginda rasul itu adalah zamannya kita? Wallahu a'lam.
Tetapi paling tidak kita bias mengukur dengan kondisi sekarang ini. Apakah kita menuhankan sahwat dan perut kita? Apakah kita menjadikan perempuan sebagai arah kita? Apakah kita menjadikan uang segala-galanya dalam kehidupan kita? Apakah kita terbiasa mengukur kemuliaan dan kehormatan orang berdasrkan hartanya? Jika dia kaya maka kita muliakan dan jika dia miskin kita hinakan.
Jika semua atau sebagian tanda itu kita dapati dalam kehidupan kita, maka nyatalah bahwa zaman yang dimaksud rasul adalah zaman nya kita.
Hadirin… marillah kita renungkan firman Allah pada surat Al-An'am ayat 32:
وَمَاالْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ لَعِبُُ وَلَهْوُُ وَلَلدَّارُ اْلأَخِرَةُ خَيْرُُ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ {32}

"dan kehidupan dunia ini hanyalah main-main dan senda gurau belaka. Dan, sungguh, kampong akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidaklah kamu memahaminya".
Pahamilah bahwa dunia bukanlah tempat kita, jadi janganlah kita terlena karenanya. Tempat kita yang sesungguhnya adalah kampung akhirat. Di sanalah kita akan hidup selama-lamanya, untuk itu mari kita mempersiapkan bekal sebaik-baiknya.
Mudah-mudahan Allah menyelamatkan kita dari keburukan zaman ini.