Apa kabar
Indonesia-ku? Bagaimana keadaanmu kini setelah enam puluh tiga tahun engkau
merdeka? Bagai mana rakyatmu kini? Mungkin mereka sudah tidak susah lagi.
Karena memang engkau telah bebas.
Aku yakin rakyat
mu kini telah berbahagia, cukup sandang, cukup pangan dan cukup papan, karena
kini engkau telah berdaulat. Tidak seperti zaman kami dulu. Betapa susahnya
hidup kami. Kami hanya makan ketela pohon karena padi kami diangkut si penjajah
serakah. Kami tidak bisa makan, meski kami tahu itu milik kami.
Pasti rakyatmu
kini berpakaian rapi, karena engkau memang telah merdeka. Tidak seperti kami
dulu. Betapa compang-camping nya kami. Kami hanya berpakaian seadanya, bahkan
terkadang karung goni kami pakai sebagai baju, karena memang baju kami di ambil
si penjajah serakah. Kami hanya telanjang tak berdaya.
Pasti rakyat mu
kini telah nyaman bisa berlindung di dalam rumah yang hangat. Tidak seperti
kami, yang tidur di bawah naungan langit, dibelai angin malam, diusap embun
yang dingin. Karena rumah kami terkena bom si penjajah yang haus darah.
Setahuku, engaku
punya keinginan besar, bahkan teramat besar. Apakah pemimpinmu masih setia
dengan tujuan semula? Yang bercita-cita ingin rakyatmu sejahtera. Apakah
pemimpinmu kini masih tetap bekerja keras? Meski dibayar dengan beras beberapa
kilo saja. Negeriku.... dulu kita ingin agar negara lain kagum, hormat, dan
bersahabat dengan kita, dulu kita ingin agar rakyatmu bisa dengan bangga
menyebut akulah orang Indonesia yang terhormat itu.
Tapi meski tidak
yakin, aku telah mendengar kabar yang amat memilukan tentang dirimu, aku
mendengar kabar yang amat menyedihkan tentang rakyatmu, bahkan telah sampai
kepadaku kabar tentang rakyatmu yang berkata “aku malu jadi orang Indonesia”.
Sungguh aku tidak yakin itu, karena ku tahu betul siapa engkau.
Aku berharap ini
kabar yang tidak benar...., aku mendengar rakyatmu dikejar-kejar bagai kelinci
buruan di negeri tetangga. Aku dengar kaum wanitamu jadi pembantu di negara
tandus, bahkan tidak hanya itu mereka juga dianiaya..., juga tidak dibayar...,
juga diperkosa..., juga dihukum..., juga di..... bunuh!!!.
Ah... meski aku
berharap ini tidak benar, jika kau lihat, aku tetap menangis... jangan-jangan
ini benar terjadi pada rakyatmu.
Indonesiaku....
ada kabar angin yang sampai kepadaku, aku berharap ini kabar salah (karena
memang Cuma kabar angin),
Banyak
pemimpinmu yang jadi... (aku malu menyebutnya) tikus-tikus pemakan uang
rakyat... KORUPTOR!!!, Ah... jika benar, mereka tidak beda dengan meneer yang
serakah, penghisap darah bangsa kita, yang berperut buncit dari kurus kering
nya tubuh kita...
Indonesiaku, aku
tidak kenal makhluk yang bernama koruptor...
Tunjukkan padaku
bagaimana rupa wajahnya? Bagaimana warna kulitnya? Apakah biru warna bola
matanya?
Jika seperti itu
aku yakin si penjajah telah kembali ke negeri kita,
Tunggu apa
lagi... ayo angkat senjata mu, runcingkan bambu yang dulu pernah kita pakai
untuk mengusir setan penjajah, setahuku mereka paling takut dengan bambu runcingku.
Tapi jika
makhluk koruptor itu tidak seperti yang kusebut, jangan urungkan niatmu...
tetap usir mereka meski wajahnya sama dengan wajah kita, tembak mereka meski
warna kulitnya sama dengan kita, mereka bukanlah bangsa kita meski warna bola
matanya sama dengan kita...
Tetapi aku tetap
berharap kabar angin yang datang padaku, adalah kabar angin yang salah....
Indonesia ku...
aku hampir lupa bertanya tentang calon pemimpin mu dimasa datang... para
pelajar kita? Bagaimana keadaan mereka?
Pasti pelajar
kita sekarang sudah pandai, terampil, cerdas, berbudi luhur, punya cita-cita
tinggi dan tentu saja cinta tanah air...
Engkau
tahu... bagaimana kami belajar waktu dulu?
Kami belajar
seadanya, kami tidak berseragam, kami tidak bersepatu, kami Cuma punya dua buku
untuk semua pelajaran, engkau tahu... kami tetap bersemangat.
Engkau tahu kami
pernah tidak sekolah sangat lama...? tapi bukan untuk bermain PS kawan !!! Atau
nonton sinetron sobat !!! Bukan....
Kami tidak
bersekolah karena tidak ada yang mengajar...
Ah... malas
sekali guru itu !!!
TIDAK !!! BUKAN
!!! Beliau tidak mengajar karena ikut berperang.
Lalu kami pun
ikut, kami tinggalkan bangku sekolah,
Kami mengganti
pulpen dengan bambu runcing,
Ya...h !!!
benar...!!! kami berjuang, kami ikut bertempur mengusir penjajah, berhari-hari
bahkan berbulan dan bertahun...
Jika saja kami
tak tertembus peluru di dada ini, tentu kami masih bisa menyaksikan kalian
menyongsong masa depan penuh semangat.
Tapi tunggu !!!
aku dengar, gurumu suka tidak mengajar, apakah penjajah datang lagi? Dan beliau
berperang lagi?
Aku dengar
engkau suka tidak sekolah, aku dengar juga engkau suka membawa senjata tajam,
apakah penjajah datang lagi? Dan engkau ikut berperang juga...
Oh... tidak !!!
semoga ini tidak benar....
Engkau tidak
sekolah karena suka nongkrong...
Engkau tidak
sekolah bukan tidak ada gurunya...
Engkau bawa
senjata ternyata untuk tawuran....
Tuhan.... semoga
ini tidak benar...
Indonesia ku...
terlalu banyak kabar yang membuatku lelah, terlalu banyak kabar yang membuatku
sedih dan kecewa...
Meski aku
berharap semuanya tidak benar, aku tetap menangis....
Aku terlanjur
sedih...
Bangsa ku...
Indonesia ku... kirimi aku kabar yang bisa membuatku tenang beristirahat...
Aku tunggu
khabarmu....
Agustus 2008
Firman’s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar