Sabtu, 27 September 2014

SURAT PAHLAWAN DARI NEGERI AKHIRAT

Apa kabar Indonesia-ku? Bagaimana keadaanmu kini setelah enam puluh tiga tahun engkau merdeka? Bagai mana rakyatmu kini? Mungkin mereka sudah tidak susah lagi. Karena memang engkau telah bebas.
Aku yakin rakyat mu kini telah berbahagia, cukup sandang, cukup pangan dan cukup papan, karena kini engkau telah berdaulat. Tidak seperti zaman kami dulu. Betapa susahnya hidup kami. Kami hanya makan ketela pohon karena padi kami diangkut si penjajah serakah. Kami tidak bisa makan, meski kami tahu itu milik kami.
Pasti rakyatmu kini berpakaian rapi, karena engkau memang telah merdeka. Tidak seperti kami dulu. Betapa compang-camping nya kami. Kami hanya berpakaian seadanya, bahkan terkadang karung goni kami pakai sebagai baju, karena memang baju kami di ambil si penjajah serakah. Kami hanya telanjang tak berdaya.
Pasti rakyat mu kini telah nyaman bisa berlindung di dalam rumah yang hangat. Tidak seperti kami, yang tidur di bawah naungan langit, dibelai angin malam, diusap embun yang dingin. Karena rumah kami terkena bom si penjajah yang haus darah.
Setahuku, engaku punya keinginan besar, bahkan teramat besar. Apakah pemimpinmu masih setia dengan tujuan semula? Yang bercita-cita ingin rakyatmu sejahtera. Apakah pemimpinmu kini masih tetap bekerja keras? Meski dibayar dengan beras beberapa kilo saja. Negeriku.... dulu kita ingin agar negara lain kagum, hormat, dan bersahabat dengan kita, dulu kita ingin agar rakyatmu bisa dengan bangga menyebut akulah orang Indonesia yang terhormat itu.

Tapi meski tidak yakin, aku telah mendengar kabar yang amat memilukan tentang dirimu, aku mendengar kabar yang amat menyedihkan tentang rakyatmu, bahkan telah sampai kepadaku kabar tentang rakyatmu yang berkata “aku malu jadi orang Indonesia”. Sungguh aku tidak yakin itu, karena ku tahu betul siapa engkau.
Aku berharap ini kabar yang tidak benar...., aku mendengar rakyatmu dikejar-kejar bagai kelinci buruan di negeri tetangga. Aku dengar kaum wanitamu jadi pembantu di negara tandus, bahkan tidak hanya itu mereka juga dianiaya..., juga tidak dibayar..., juga diperkosa..., juga dihukum..., juga di..... bunuh!!!.
Ah... meski aku berharap ini tidak benar, jika kau lihat, aku tetap menangis... jangan-jangan ini benar terjadi pada rakyatmu.
Indonesiaku.... ada kabar angin yang sampai kepadaku, aku berharap ini kabar salah (karena memang Cuma kabar angin),
Banyak pemimpinmu yang jadi... (aku malu menyebutnya) tikus-tikus pemakan uang rakyat... KORUPTOR!!!, Ah... jika benar, mereka tidak beda dengan meneer yang serakah, penghisap darah bangsa kita, yang berperut buncit dari kurus kering nya tubuh kita...
Indonesiaku, aku tidak kenal makhluk yang bernama koruptor...
Tunjukkan padaku bagaimana rupa wajahnya? Bagaimana warna kulitnya? Apakah biru warna bola matanya?
Jika seperti itu aku yakin si penjajah telah kembali ke negeri kita,
Tunggu apa lagi... ayo angkat senjata mu, runcingkan bambu yang dulu pernah kita pakai untuk mengusir setan penjajah, setahuku mereka paling takut dengan bambu runcingku.


Tapi jika makhluk koruptor itu tidak seperti yang kusebut, jangan urungkan niatmu... tetap usir mereka meski wajahnya sama dengan wajah kita, tembak mereka meski warna kulitnya sama dengan kita, mereka bukanlah bangsa kita meski warna bola matanya sama dengan kita...
Tetapi aku tetap berharap kabar angin yang datang padaku, adalah kabar angin yang salah....
Indonesia ku... aku hampir lupa bertanya tentang calon pemimpin mu dimasa datang... para pelajar kita? Bagaimana keadaan mereka?
Pasti pelajar kita sekarang sudah pandai, terampil, cerdas, berbudi luhur, punya cita-cita tinggi dan tentu saja cinta tanah air...
  Engkau tahu... bagaimana kami belajar waktu dulu?
Kami belajar seadanya, kami tidak berseragam, kami tidak bersepatu, kami Cuma punya dua buku untuk semua pelajaran, engkau tahu... kami tetap bersemangat.
Engkau tahu kami pernah tidak sekolah sangat lama...? tapi bukan untuk bermain PS kawan !!! Atau nonton sinetron sobat !!! Bukan....
Kami tidak bersekolah karena tidak ada yang mengajar...
Ah... malas sekali guru itu !!!
TIDAK !!!  BUKAN !!! Beliau tidak mengajar karena ikut berperang.
Lalu kami pun ikut, kami tinggalkan bangku sekolah,
Kami mengganti pulpen dengan bambu runcing,
Ya...h !!! benar...!!! kami berjuang, kami ikut bertempur mengusir penjajah, berhari-hari bahkan berbulan dan bertahun...
Jika saja kami tak tertembus peluru di dada ini, tentu kami masih bisa menyaksikan kalian menyongsong masa depan penuh semangat.
Tapi tunggu !!! aku dengar, gurumu suka tidak mengajar, apakah penjajah datang lagi? Dan beliau berperang lagi?

Aku dengar engkau suka tidak sekolah, aku dengar juga engkau suka membawa senjata tajam, apakah penjajah datang lagi? Dan engkau ikut berperang juga...
Oh... tidak !!! semoga ini tidak benar....
Engkau tidak sekolah karena suka nongkrong...
Engkau tidak sekolah bukan tidak ada gurunya...
Engkau bawa senjata ternyata untuk tawuran....
Tuhan.... semoga ini tidak benar...
Indonesia ku... terlalu banyak kabar yang membuatku lelah, terlalu banyak kabar yang membuatku sedih dan kecewa...
Meski aku berharap semuanya tidak benar, aku tetap menangis....
Aku terlanjur sedih...
Bangsa ku... Indonesia ku... kirimi aku kabar yang bisa membuatku tenang beristirahat...
Aku tunggu khabarmu....


Agustus 2008

Firman’s

Tidak ada komentar:

Posting Komentar